Jumat, 25 Februari 2011

Tak Ingin Mengakhiri Puisi Tentangmu

Itu yang ingin aku percakapkan dengan malam
sampai kapan akan kubongkar sepinya dengan tanda tanya?
untuk mencari ruang sunyimu
agar hampanya bisa kuisi dengan selusin rasaku

kadang, aku juga gila mencemari angin dengan tanda seru
ke segala penjuru yang dilintas
demi meminta hembusnya menitip kabar dari namamu

bodohnya lagi, aku sering memaku tanda koma pada pijar fajar,
menghadang paginya
hanya untuk memeriksa mimpimu sebelum kau terjaga
adakah bilik untuk bayangku
di sela ratap tentang perih luka masa lalumu?

aku juga menghamburkan banyak tanda titik
pada sempurna semburat mentari
sebab aku tak ingin mengakhiri puisi tentangmu
tapi bait berikutnya biarlah jadi rahasiaku.....

Kamis, 30 Desember 2010

KITA : Hari Ini dan Esok

Hari ini aku dalam tanyamu
menjadi jawab
meski garis finis tak lagi genap separuh langkah
tarungku tak berkalung medali
aku mengevalusai durasi
dalam bingkai masa yang pasti
ternyata banyak mimpi hanya bisik- berisik belaka
karena bangkit yang tertunda mencipta petaka


Hari ini kau dalam tanyaku
menjadi jawab
mungkin kita sama
masih belum pasti warna darah di urat nadi
tak berwarna seperti mereka yang tunduk pada titah
biru seperti mereka yang angkuh duduki tahta
atau merah membara, mendidih
seperti mereka yanga melawan titah para pemegang tahta
di negeri yang harus segera berbenah


Sungguh, kita adalah jawaban dalam tanya tentang persada
yang masih menagih bhakti dalam luka-luka zaman dari tiap rezim
tahun-tahun hanya babak baru dalam arena yang tetap sama
perubahan adalah taktik dan tujuan
maka senja ini, mari kita purnakan dengan refleksi dan proyeksi
sebab esok bersama fajar baru
semua akan kembali kita mulai, beraksi dan bersaksi
Karena sebenarnya darah Kita MERAH...........

Rabu, 29 Desember 2010

Kau telah jadi sejarah

Malam ini...
masih seperti malam yang kemarin
di pupil matamu adaku tetap tak berbentuk
ingin sekali aku pertanyakan
tapi hening terlalu setia menjadi jawaban
aku merindumu...

dalam setiap dekapan
aku merasa tak sedang memelukmu
jiwamu,
entah sedang bersembunyi di lubuk yang mana
di hatiku ada gerimis
sementara hujan di luar sana tak mau reda
mungkin saja rinainya hendak meredam debar jantungmu
yang detaknya jelas bukan untukku

damba tak berbalas
meski hati telah cukup memelas

esok, semuanya akan bebeda
habis sudah kesanggupanku menghamba

malam ini, di dekat pagi
aku menyerah menimang harap
malam ini beberapa detik lagi
akan kuhentikan segala ratap

Karena akhirnya sebelum mentari terbit
kau telah jadi sejarah....

Sabtu, 25 Desember 2010

Asmara Tua yang Mengarat

Tahan!
Biarkan menggenang di mata sipitmu saja
jangan teteskan...
atau cerita ini tak akan pernah tamat

kau bukan penulis skenario
aku bukan seorang sutradara
pada episode yang tak pernah terencana
akon kita hanyalah kebetulan

kebetulan kau meniang di usang kisahmu yang lalu
kebetulan juga aku melumut di tembok kisahku dulu
nasib tragis memaksa kita mengampelas asmara tua yang mengarat
tapi roman tentang Romeo dan Juliet tak bisa kita rekonstruksi kembali

sebab kau bukan penulis skenario
dan aku bukan sutradara
entah siapa peninta dongeng yang kita perankan tanpa skrip
kau dan aku telah disutradarai waktu

adegan demi adegan adalah dialog ketidakpastian
Untuk aku, kau mengingkari mega
padahal kita samasama tahu deras atau pun gerimis
kau tetap hujan yang aku kenal karena gumpalannya

adegan demi adegan adalah dialog ketidakmungkinan
buatmu, aku rela menyangkal adanya kata-kata
padahal kita juga tahu
dalam bahasa apapupn
aku tetap sebaris kalimat yang kau hafal dari susunan kata

Keberadaan kita mungkinkah memiliki wujud
sementara kita hanya mampu mencipta ketiadaannya?

sudahlah!
jangan kau deraikan yang terlanjur menggenang
biarkan asmara tua yang pernah kita ampelas kembali berkarat
anggaplah itu sebagai rumah yang pernah kita singgahi saja
saat melaju di lintasan takdir dan akhir yang masih samar!