Senin, 26 April 2010

Surat Cinta Pada Malam

Malam…

Mungkin nanti untuk hari ini aku tak sempat menggaulimu

Aku tak bisa menyulangmu dengan bait-bait

yang ku sadur dari insprasi gelapku

Sebab penat pasti memaksaku untuk rebah lunglai

di tilam pengap kamar kostku , tempat biasa kujagai heningmu

Aku tahu kau tentunya merindukanku

Seperti aku yang kini merindukan perubahan untuk nusantaraku

Malam…

Kulembarkan keluh kesah ini agar kau paham gelisah siangku

Kau tahu sayang ?

ku pikir, negeri di mana Bunaken menjadi kebanggaan

Telah makmur dengan atribut yang katanya lambang kemajuan

Dan itu tak pernah ada di kotaku, Limau Duko

Tapi ternyata semuanya malah jauh dari pikirku itu!

Tadi di pojok sebuah warung,

Ku temukan kepolosan lucu tapi memelas

Tak bisa kuingkari sesak yang menyerobot

Anak itu terlalu manis tuk harus mengemis

Saat dia bercerita tentang ayahnya yang sedang sakit

Dan ibunya terpaksa menjadi lonte untuk menyambung hidup

Aku hanya bisa tersenyum dalam isak

Belum lagi reda mirisku, di pintu masuk pusat perbelanjaan,

Kutemukan sepasang suami istri, atau mungkin kakak adik

Renta bertongkat, buta…

Menengadah entah pada Tuhan?

Akh, ku rasa pada yang lalu lalang keluar masuk dan acuh

Ku rogoh saku

kudapati selembar lima puluh ribuan

Selembar lagi lima ribu

Kuberikan lima ribuan sebab aku masih terlalu pelit

Tuk hadiahi lima puluh ribu

Meski jiwa ini benar-benar perih tersayat iba

Malam…

Kau tahu sayang?

Anak kecil dan sepasang tuna netra itu orang kaya

Mereka adalah pemilik negeri ini

Tapi mereka tak punya kamar di rumahnya sendiri

Tak bisa makan di dapurnya sendiri

Akupun tak bisa berbuat apa-apa

Hanya mampu memaki realitas

Menghujat ketidakadilan dengan suara yang tak terdengar

Sebab di sini suara kebenaran adalah kehampaan

Wahai malam cintaku...

Semoga kau masih sudi sedekahkan sepi untuk imajiku

Esok bila kita bersama melewati waktu

Meski aku tak sempat menungguimu hari ini

Sebab kau pastinya mengerti deritaku kala siang
aku tersengat bukan oleh terik mentari tapi rimbun rasa prihatin
pada nasib para tuan yang harusnya menikmati kesenangan
di tanah ini!

Semoga angin masih setia mengantarkan beritaku ini

Padamu sayang….



Jumat, 16 April 2010

Siapa Kau

Siapa kau?
Yang malam ini membuatku
Meraung dalam kegelisahan
Dan menjerit dalam tanya

Di atas kanfas hati
Aku mencoba melukis dirimu
Tapi tak mampu kulakukan
karena mimpiku saja
Tak kuasa menjangkaumu

Siapa kau?
Yang malam ini membuatku tau
Betapa bingkai dalam hatiku ini
Masih kosong dan mesti terisi

Di atas kanfas hati
Aku mencoba melukis dirimu
Tapi hasilnya hanya seperti
Sebuah bayangan hitam
Yang terpantul dari cahaya misteri

Senin, 12 April 2010

Kerinduan

Sudah kucoba untuk berteman
dengan kebisingan
agar aku tak lagi bergumul dengan sepi
tapi kerinduan ini terus menyeretku
dalam sunyi

Sudah kucoba untuk berteman
dengan kicau burung
agar aku dapat menyanyikan keceriaan
tapi kerinduan ini terus memaksaku
melagukan kepiluan

Sudah kucoba untuk berteman
dengan cahaya mentari
agar penglihatanku tak lagi basah oleh air mata
tapi kerinduan terus mendorongku
dalam tangis

Sudah kucoba untuk berteman
dengan warna pelangi
agar senyumku dapat berbaris dengan keindahannya
tapi kerinduan terus membuatku terbang
bersama awan kelabu

Sudah kucoba untuk berteman
dengan mereka agar aku dapat melupakanmu
tapi kerinduan terus membawaku mencari bayangmu
di antara kegelisahan ini

Sudah dan telah aku coba untuk berteman
dengan segalanya tapi pada akhirnya
aku mungkin tetap mati
dalam kerinduan...

Sabtu, 10 April 2010

Penyair Hanya Pasti Tunduk Pada Yang Arif

Kita kelanakan asa dalam maya
Hanya raga yang tak bergeming
segala keangkuhan membuana
rata terpijak kesederhanaan
sebab karena itulah
semua tersatukan dalam kata

Menggelembung ragam arti
senyum, tangis, amarah, hingga perlawanan
kita sabdakan mengikuti alur emosi yang melata
Aku, kau, dia dan Kita
Tak ada jarak...

Sama sekali tak berjarak
Aku ada dalam puisimu
Kau di tiap baris sajakku
Dia melarik pada syair kau dan aku
Lalu kita tergumul di tilam-tilam makna

Kita wartakan setiap gejolak rasa
yang meruang dalam segala bentuk
mengikuti jejak-jejak musim
kadang senyum kita rangkai terlalu kecut
Tangis kita rinaikan tidak dengan suara
atau amarah kita lembutkan teramat samar
Dan perlawananpun berdarah-darah
tanpa kekejaman...

Takkan terbendung jika telah kita tintakan ilham
meski realitas tentang ketimpangan negeri
terkuak menelanjangi para elit
karena tangan penguasa tak mampu menjamah kita
seperti jelata yang tercekik kebijakannya
sebab kita adalah penyair
hanya pasti tunduk pada yang Arif.....

Selasa, 06 April 2010

Harus Kuakui Kalau Aku Rindu

Kubaitkan lagi kata-kata
tapi bukan tentang malam
bukan pula gelap
kau tahu apa itu?

Sebuah rasa yang membiru
tentu saja rindu...
ini bukan datang tiba-tiba
telah ada sejak aku di sini

Takut aku mengakui
karena tak ingin disangka cengeng
tapi diam-diam meneteskan tirta bening
dan sudah pasti sembunyi-sembunyi

Aku mesti memantelkan ketegaran
pada jiwa yang rapuh ini
demi yakinkan dia untuk rela melepasku
sementara...

Akh..sementara yang kini hadirkan galau
apa kabarnya?
wajah itu telah mulai mengerutkah?
bibir itu pasti masih tetap basah oleh dzikir
Suaranya juga tetap lembut bila menegurku

Tidak!! aku harus mengakuinya sekarang
sebelum aku tak punya kata-kata lagi!

Mom I miss you
not just tonight
but since I'm in this city without you ...

When the time comes I'll go home
for you.. my beloved mother!

Jumat, 02 April 2010

Kenangan Bersama Senja

Senja....
sebelum malam memeluk asa
biarkan aku memasrah bersama cahayamu
yang kian redup
bersama sisa-sisa suka melerai gamang

Aku takkan hilang dalam bayangku
seperti kau yang nanti menghilang
terampas gelap

Tak terhitung berapa lama kujagai malam
membudaki diri untuk segenggam inspirasi
yang kadang juga tak utuh mengimajinasi
aku teramat setia menungguinya
hingga terabaikan dari mimpi
layaknya embun yang tak pernah menuai gubris
saat terusir mentari pagi

Entahlah...tapi aku telah mencintai malam
dari ujung perjalanan pulangmu
hingga awal fajar
Karena tak ada yang mengajariku mencintai pagi,
mengasihi siang ...
kecuali sedikit rasa sayang untukmu
itupun karena kau akan mengantarku pada malam

Andai ada yang membawa seladang inspirasi
bila bukan lewat malam
Takkan berarti apa-apa untukku
Aku dan malam seperti butir-butir embun dengan beningnya
seperti juga engkau dengan bias jingga
atau seperti pelangi dengan deretan warnanya
Aku hanya penyair gelap yang bisa sedikit mencumbuimu
sebelum rebah dalam dekap malam

Bait-bait ini terlahir dari rahim syukurku
pada kesetiaanmu memberiku teduh
saat muakku pada siang yang mengaltari waktu
kutitipkan gundah yang belum sempat kutamatkan
bawalah itu sejauh mungkin
agar dapat kujemput malam
dengan paras yang tak muram...